Cari Blog Ini

Selasa, 01 Maret 2011

Awas Residu "Styrofoam"


Residu "Styrofoam" Semakin Berbahaya bagi Kesehatan
Gizi.net - Prof Dr FG Winarno mengemukakan, residu bahan pengemas baik dalam bentuk monomer, dimer; maupun trimer yang sering dicurigai mempunyai potensi bahaya terhadap kesehatan manusia—terutama dianggap sebagai karsinogenik—berdasarkan hasil penelitian belakangan ini semakin diyakini bahwa memang berpotensi demikian.

Dalam kaitan itu, Guru Besar Teknologi Pangan IPB (Institut Pertanian Bogor) yang mantan President Codex Alimentarius Commission dan kini menjadi Advisory Board World Food Regulation Review tersebut mengutip hasil penelitian ilmiah terkini mengenai bahayanya dimer dan timer styrofoam yang dilaporkan World Food Regulation Review. Disebutkan, pada tanggal 3 Juli 2001, untuk pertama kalinya Hiroshi Hattori (wakil dari Divisi Keamanan Pangan Pemerintah Jepang mengungkapkan bahaya residu styrofoam dalam makanan secara ilmiah bahwa styren dimer dan styren trimer terbukti dapat menyebabkan Endocrine Disruption.

“Endocrine Disruption Chemical (EDC) merupakan penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi pada manusia, yang disebabkan oleh bahan kimia yang bersifat karsinogen dalam makanan,” kata Winarno dalam acara MBRIO Coffee Morning, Selasa (11/9) di Bogor.

Penelitian tersebut, menurut Winarno, akan diteruskan lagi untuk beberapa bulan mendatang dengan menggunakan tikus dan binatang lain. Jika hasilnya positif, maka pemerintah pusat di Jepang akan diminta untuk melarang secara berangsur penggunaan bahan pengemas polystyrene pada bahan makanan, baik produk lokal maupun impor.

Prof Winarno menyebutkan informasi terakhir itu juga telah menjadi perhatian dari World Food Regulation Review Agustus 2001. Karena tampaknya hasil penelitian lanjutan tersebut juga mempunyai kecendrungan positif, dan akibatnya akan memberi efek yang luar biasa di seluruh bisnis pangan dunia, termasuk Indonesia.

Jepang, papar Winarno mengutip data Japan Convinience Food Association, memproduksi 2.965 milyar mi instan dalam mangkuk styrofoam pada tahun 1999—lebih tinggi 6,8 persen dari tahun 1998. “Dari jumlah itu, lebih dari 86 juta mangkuk diekspor ke mancanegara. Sedangkan di Indonesia, pemanfaatan styrofoam meluas ke berbagai pemanfaatan dalam penyajian pangan, baik panas maupun dingin,” katanya.

Diingatkan pula, berhubung EDC belum ditemukan pencegahannya terhadap bahaya kesehatan manusia, maka pencarian alternatif bahan pengemas lain harus menjadi fokus bangsa Indonesia. (pun)

Sumber : Kompas, Kamis, 13 September 2001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar