Cari Blog Ini

Kamis, 03 Maret 2011

Analisi Sperma

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Spermatozoa adalah sel gamet jantan yang merupakan sel yang sangat terdeferensiasi, satu-satunya sel yang memilki jumlah sitoplasma yang terperas dan nyaris habis. Strukturnya sangat khusus untuk mengakomodasikan fungsinya. Fungsi spermatozoa ada dua, yaitu mengantarkan material genetis jantan ke betina dan fungsi kedua adalah mengaktifkan program perkembangan telur.
Analisis sperma dilakukan untuk mengetahui bagaimana tahapan proses pembuahan, pewaktuan setiap tahapan pembuahan, dan dapat menentukan rasio spermatozoa dan ovum dalam pembuahan. Ikan nilem adalah ikan yang memenuhi persyaratan. Persyaratannya adalah :
  1. Proses pembuahan yang terjadi di luar tubuh ikan nilem betina.
  2. Terdapat pada ikan atau katak.
  3. Hewan yang mudah disadap telur maupun sperma masaknya.
  4. Mudah dibedakan antara jantan dan betina.
  5. Telurnya bersifat transparan.
  6. Mudah dioviposisikan.
  7. Siklus hidup ikan nilem pendek
  8. Telur maupun sperma yang dihasilkan setiap siklus reproduksi cukup banyak.
Praktikum  kali ini menggunakan sperma dari ikan nilem (Osteochillus hasselti) dengan alasan karena ikan nilem mudah didapatkan, ukuran tidak terlalu besar, murah, sehat dan produk telurnya relatif tinggi. Pemeriksaan sperma ikan nilem ini dapat diaplikasikan terhadap spesies lain, misal pada ikan mas, ikan paus, atau pada clasiss clasiss lain.
Analisis sperma yang dimaksud meliputi pemeriksaan jumlah milt yang dapat distriping dari seekor ikan jantan masak kelamin, kekentalan sperma, warna, bau, jumlah spermatozoa hidup, jumlah spermatozoa mati, motilitas, morfologi (ukuran dan bentuk kepala, ukuran ekor, berbagai penyimpangan).





















B. TUJUAN
Tujuan praktikum analisis spermatozoa ikan nilem adalah menentukan kualitas dan kuantitas sperma ikan nilem (Osteochillus hasselti) baik secara makroskopis maupun mikroskopis. 
II. TINJAUAN PUSTAKA
Osteochillus hasselti adalah suatu jenis ikan yang hidup di air tawar, baik sungai, rawa-rawa, kolam maupun danau. Nama Indonesia untuk Osteochillus hasselti adalah ikan nilem, milem, lehat, mangut, regis, muntu, palau, assang dan penupu karet. Ikan nilem dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada ketinggian 500-800 m dp dan lebih menyukai pada perairan air jernih, mengalir dengan dasar berpasir atau berbatuan kecil-kecil. Ikan dewasa berukuran dari 100 gram hingga 200 gram (Partodiharjo, 1990).
Sistem genital ikan nilem berfungsi untuk perkelaminan, organ utamanya adalah gonad. Gonad jantan disebut dengan testis dan sepasang yang didalamnya terbentuk spermatozoid. Tiap-tiap testis berhubungan dengan ductus diferentia yang pendek, kemudian bagian belakangnya bersatu dan bermuara di porus urogenital (Djuhanda, 1981).
Ikan jantan masak kelamin setelah berumur kurang lebih 8 bulan. Berat testis lebih ringan dibandingkan berat ovarium pada ikan yang sama umurnya, tetapi panjangnya dapat dikatakan sama. Kedua testis dapat dihasilkan sekitar 1-1,5 ml milt (dalam keadaan ejakulasi alami), tetapi pada striping paling banyak diperoleh 1 ml milt (Soeminto, 2008).
Testis ikan nilem berbentuk memanjang atau berlobi. Spermatozoa dari testis lewat ductules efferentes masuk kedalam ductus longitudinal testis. Ductus ini berkelok-kelok (konvoluntes) dan ujung anteriornya sering ditetapkan sebagai epididimis ( Jamieson, 1991). Bagian posteriornya mengalami dilatasi (membesar)  membentuk vesikula seminalis. Kedua vesikula seminal masuk kedalam sinus urogenital dan langsung berhubungan dengan kloaka lewat suatu jendela (orifisae) pada ujung papilla urogenital (Soeminto, 2008).
Saluran spermatozoa pada jantan teleostei pada gonad mirip  seperti saluran telur pada betina. Lipatan peritoneum membungkus suatu bagian rongga solom, yang menghubungkan gonad diwakili oleh sejumlah saluran yang saling berhubungan yang susunannya lebih kompleks dibanding yang betina. Saluran ini bukan duktus eferen yang sebenarnya. Hubungan dengan duktus archinefrik tersusun sebelah posterior opistonefros, tetapi kedua saluran ini pada teleostei memiliki penyaluran yang terpisah (Soeminto, 2008).
Sperma ikan terdiri dari tiga komponen utama yaitu kepala, leher dan ekor. Kepalanya terutama terdiri dari suatu nukleus padat yang dimahkotai dengan akrosom kecil berbentuk bulan sabit. Akrosomnya mengandung sejumlah enzim hidrolitik dan dianggap berperan dalam penembusan telur oleh spermatozoa (Paxton, 1986). Kelulusan seksual jantan yang primer dan sekunder, tergantung pada hormon testis dan testosteron (Djuhanda, 1981).
Ekor sperma terdiri atas tiga bagian yaitu middle piece, principal piece dan end piece. Ekor ini berfungsi untuk pergerakan menuju sel telur. Ekor yang motil itu pada pusatnya sama seperti flagellum memiliki struktur axoneme yang terdiri atas mikrotubul pusat dikelilingi oleh Sembilan doblet mikrotubul yang berjarak sama satu dengan yang lainnya. Daya yang dihasilkan mesin ini memutar ekor bagaikan baling-baling dan memungkinkan sperma meluncur dengan cepat. Keberadan mesin pendorong ini tentunya membutuhkan bahan bakar yang paling produktif yaitu gula fruktosa yang telah tersedia dalam bentuk cairan yang melingkupi sperma (Anonim, 2006).
Spermatozoa abnormal merupakan spermatozoa berbentuk lain dari biasa, terdapat baik pada individu fertil maupun infertil. Hanya saja pada individu fertil kadarnya lebih sedikit. Bentuk abnormal terjadi karena berbagai gangguan dalam spermatogenesis. Gangguan itu mungkin karena faktor hormonal, nutrisi, obat, akibat radiasi, atau oleh penyakit (Yatim, 1992). Bentuk sperma dibawah ini adalah bentuk sperma yang abnormal menurut Jauhari (2005):
  1. Makro  : Ukuran kepalanya lebih besar dari ukuran kepala normal.
  2. Mikro  : Ukuran kepala lebih kecil dari ukuran kepala normal.
  3. Taper   : Spermanya kurus, lebar kepalanya setengah dari kepala normal, tidak jelas batas akrosom
  4. Piri       : tidak jelas adanya kepala nyata, tampak midpiece dan ekor saja.
  5. Amorf : Bentuk kepala ganjil, permukaan tidak rata, tidak jelas batas akrosom.
  6. Round : Bentuk kepala seperti lingkaran, tidak menunjukkan akrosom.
  7. Cytoplasmic droplet : menempel pada kepala, warna lebih erah.
  8. Ekor abnormal : ekornya pendek/ spiral/ permukaan tidak halus/ ganda.
Kepala spermatozoa bentuknya bervariasi. Isinya adalah inti (di dalamnya terkandung material genetik) haploid yang berupa kantong berisi sekresi-sekresi enzim hidrolitik. Spermatozoa yang kontak dengan telur, isi akrosomnya dikeluarkan secara eksositosis yang disebut dengan reaksi akrosom (Sistina, 2000).
Pengamatan mikroskopis sperma diantaranya adalah penghitungan jumlah spermatozoa. Jumlah spermatozoa motil atau non-motil dapat dihitung dengan menggunakan bilik hitung (hemositometer). Hemositometer merupakan gelas objek yang memiliki kotak-kotak berukuran (Yatim, 1992).

III. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum adalah mikroskop cahaya, bilik hitung (hemositometer), gelas obyek, gelas penutup, pH indicator/kertas pH, gelas pengaduk, kertas tissue, bak preparat, cawan Petri, spuit injeksi tanpa jarum dan pipet tetes.
Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah sperma Ikan Nilem jantan (Osteochillus hasselti ♂) yang telah masak, larutan methanol, larutan giemsa, larutan ringer dan aquades.

B. Metode
1. Cara Stripping
a)        Ikan dipegang dengan bagian dorsal ada di bawah dan bagian ventral menghadap ke atas,
b)        Tangan kanan menutupi kepala, sedangkan tangan kiri menyangga ekor.
c)         Bagian lubang urogenital dilap dengan tisu
d)        Abdomen ikan diurut dari anterior ke arah posterior menuju lubang urogenital hingga pada lubang tersebut keluar cairan berwarna putih susu (milt)
e)         Milt yang keluar langsung disedot dengan menggunakan spuit injeksi tanpa jarum.
2. Volume
a)         Milt ikan nilem yang tertampung pada spuit injeksi di ukur volumenya dengan langsung membaca skalanya.
3. Warna
Diamati secara visual dengan latar belakang warna putih.
4. Bau
Dibaui dengan cara dikipas-kipaskan dengan tangan, jangan dihirup langsung.
5. pH
Derajat keasaman (pH) diukur dengan menggunakan kertas pH, dengan cara mencelupkan kertas pH kedalam sampel sperma, diamkan beberapa saat, kemudian cocokkan perubahan warna yang terjadi dengan tabel.
6.  Cara pengenceran milt
a)                            Sampel sperma diambil 1 ml dimasukkan di dalam cawan
b)   Larytan ringer sebanyak 9 ml dicampurkan ke dalam cawan (perbandingan antara sampel dengan larutan pengenceran harus selalu 1:9)
c)    Diaduk-aduk dengan menggunakan batang pengaduk sampai benar-benar homogen
d)   Sperma yang sudah diencerkan ini merupakan sperma dengan pengenceran 10 kali
e)    Sperma pengenceran 10x diambil dengan menggunakan spuit yang lain sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam cawan yang berbeda
f)                             Larutan ringer 9 ml dicampurkan ke dalam sperma tersebut
g)   Sperma dengan pengenceran dua kali ini, merupakan sperma dengan pengenceran 100x
h)   Pengenceran dilakukan lagi untuk mendapatkan sperma dengan pengenceran 1000x dan 10.000x
7.  Motilitas Spermatozoa
a)                      Milt yang sudah diencerkan 1000x diambil dengan menggunakan pipet tetes
b)                      Milt diteteskan di atas objek glass
c)                      Ditetesi dengan aquades, kemudian di homogenkan
d)                     Ditutup dengan cover glass dan diamati dengan menggunakan mikroskop
e)                      Bergerak atau tidak bergerak, ditentukan presentase motilitasnya.
8. Menghitung jumlah total spermatozoa
a)                            Milt yang sudah diencerkan 10000x diambil dengan menggunakan pipet tetes
b)   Diteteskan di bilik hitung Haemocytometer yang sudah ditutup dengan cover glass melalui sela-sela paritnya
c)    Hitung jumlah sperma menggunakan lima kotak sedang di dalam kotak besar yang di bagian tengah
d)                           Jumlah total spermatozoa dihitung dengan Rumus :
S     total spermatozoa = (Rata-rata 5 kotak sedang x pengenceran x 2,5.105) sel/ml.
9. Morfologi sperma
a)    Sediaan preparat apus spermatozoa dibuat dengan cara; Meneteskan sperma (pengenceran 100x)pada objek glass yang lain, yang diberdirikan dengan sudut 300. Tetesan sperma diratakan dengan menyorongkan gelas objek lain tadi menjauhi titik tetesan tersebut.
b)                            Apusan spermatozoa dibiarkan kering udara selama 5 menit
c)                            Difiksasi dengan larutan eter alkohol (1:1), selama 5 menit
d)                           Ditetesi dengan pewarna larutan Giemsa (pengenceran 20x), selama 30 menit
e)                            Dibiarkan kering udara
f)                             Dicuci dengan air mengalir
g)                            Dibiarkan kering udara
h)                            Amati dengan menggunakan mikroskop, spermatozoa dicari
i)                              Spermatozoa normal dan spermatozoa abnormal digambar
j)                              Hitung spermatozoa pada 5 lapang pandang yang berbeda
k)                            Presentase sperma normal dan abnormal ditentukan.




IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

  1. Warna                   : Putih susu.
  2. Bau                       : Amis
  3. Volume                : 0.1 ml
  4. pH                        : 7
  5. Motalitas              : a. Sperma motil 0%
b. Sperma non motil 100%
Tabel 1. Akumulasi Data Pengamatan Motilitas Spermatozoa Rombongan VI

K1 K2 K3 K4 K5 Rata-rata
Persentase sperma motil (%) 40 0 0 0
10
Persentase sperma non motil (%) 60 100 100 100
90

Keterangan:

K = Kelompok









  1. Jumlah total spermatozoa
Tabel 2. Akumulasi Data Pengamatan Σ Total Spermatozoa Rombongan VI

K1 K2 K3 K4 K5 Rata-rata
Σ total spermatozoa 7,8 x 109 2,145 x 1010 2,38 x 1010 1,88 x 1010 - 3,48 x 1010
Keterangan :
K = Kelompok
Perhitungan :
K I       = 85
K II     = 76
K III    = 142
K IV    = 32
K V     = 41           +
Jumlah             = 376
Ditanya           : Jumlah Spermatozoa / ml
Rumus             : X = K I + K II + K III + K IV + K V x 2,5 x 105 (1000)
5
Jawab              : X = K I + K II + K III + K IV + K V x 2,5 x 105 (1000)
5
= 85 + 76 + 142 + 32 + 41 x 2,5 x 105 (1000)
5
= 376 x 2,5 x 105 (1000)
= 1,88 x 1010 sel/ml

B. Pembahasan

Bau sperma yang normal adalah khas, tajam, tidak busuk. Bau itu berasal dari oksidasi spermin yang dihasilkan prostat. Semen normal tampak berwarna putih kelabu dan baunya seperti bunga akasia, dan hasil dari praktikum kali ini semen ikan berwarna putih susu dan berbau amis, jadi bisa dikatakan sample semen ikan ini mendekati normal. Semen yang berbau busuk diduga disebabkan oleh suatu infeksi. Dalam keadaan normal, semen mencair dalam 60 menit pada suhu kamar. Bau yang tidak khas mani, prostate tidak aktif atau ada gangguan. Mungkin gangguan itu pada saluran atau kelenjar sendiri. Bau busuk oleh adanya infeksi (Yatim, 1992).
Setelah diamati penampilannya, dilanjutkan dengan pengukuran volume semen. Volume semen diukur dengan cara menghisap semen yang keluar dengan spuit injeksi. Menurut Hora dan Pillay (1962), ukuran spermatozoa pada ikan teleostei berkisar 40-60 µm, dengan produksi spermatozoa yang cukup tinggi dan rata-rata volume milt yang dihasilkan satu ekor ikan nilem ±0,5 ml dengan jumlah spermatozoa 3,33×1011, pada ikan nilem yang diujikan didapat volume 0,1 ml. Volume normal semen pada ikan nilem sekali diejakulasi sekitar 2,0 sampai 3,0 ml, ada juga yang sampai 4,5 ml. Jika volume kurang dari 1 ml, ada kemungkinan tak beresnya prostate dan vesicula seminalis yang merupakan penghasil utama plasma semen (Anonim, 1988). Sperma pada ikan kemungkinan tidak hidup pada plasma. Sperma dilepaskan pada lingkungan akuatik, osmosis menurun (pada spesies air tawar) dan motilitas sperma dimulai (Maria et al., 2006).
Warna sperma hasil striping pada ikan nilem (Osteochillus hasselti) adalah putih susu, hal ini menunjukkan bahwa sperma ikan nilem yang digunakan pada praktikum adalah sehat. Umumnya semen berwarna krem keputih-putihan atau hampir seputih susu. Derajatnya keputihnya atau kekeruhannya sebagian besar tergantung pada konsentrasi spermanya. Semakin keruh biasanya jumlah sperma per ml semen itu semakin banyak. Semen yang berwarna hijau kekuning-kuningan biasanya banyak mengandung kuman Pseudomonas auroginosa yang menandakan adanya peradangan yang kronis dalam saluran reproduksinya. Semen yang berwarna merah atau kemerah-merahan menandakan bahwa semen itu mengandung sedikit atau banyak darah (Partodiharjo, 1990).
Bila berwarna coklat atau kecoklat-coklatan menandakan bahwa semen itu mengandung darah yang telah rusak atau busuk. Adakalanya semen itu berwarna kream tua sampai kuning, warna ini disebabkan oleh banyaknya jumlah pigmen riflavin yang menurut banyak pendapat tidak mempunyai peranan apa-apa terhadap spermatozoa maupun terhadap kesuburan semen itu (Partodiharjo, 1990).
Semen yang normal mempunyai pH antara 7,2-7,8. pH lebih dari 8 menunjukkan adanya radang akut kelenjar kelamin atau epididymis. pH kurang dari 7,2 menunjukkan adanya penyakit kronis pada kelenjar atau epididymis. pH rendah sekali menunjukkan adanya gangguan atau aplasia pada vesicular seminalis atau ductus ejaculatorius. pH dapat berubah satu jam sesudah ejakulasi (Yatim, 1992). Sperma ikan nilem yang diamati menunjukkan pH 7.
Morfologi spermatozoa pada ikan berbeda dengan manusia. Manusia memiliki spermatozoa yang berkepala lonjong (dilihat dari atas) dan piriform (dilihat dari samping). Lebih tebal dekat leher dan menggepeng ke ujung. Kepala 4-5 mikro meter panjang dan 2,5-3,5 mikro meter lebar. Panjang ekor seluruhnya sekitar 55 mikro meter dan tebalnya berbeda, dari 1 mikro meter dekat pangkal ke 0,1 mikro meter dekat ujung (Anonymous, 2006). Sedangkan ikan memiliki spermatozoa yang berflagelata dan tak berakrosoma. Spermatozoa hasil suspensi testis keadaanya sama dengan spermatozoa hasil striping. Kepala berbentuk bulat, dengan diameter sekitar 2,86-0,16 mikro meter, panjang sekitar 25,86 mikro meter. Pada pangkal flagella ada bangunan seperti cincin, annulus (Jamieson, 1991). Praktikum kali ini mendapatkan hasil bahwa sperma mati semua.
Perhitungan motilitas spermatozoa ikan nilem diperoleh jumlah spermatozoa yang motil adalah 0%, sedangkan jumlah spermatozoa yang non motil adalah 100%. Penggunaan hemocytometer untuk menentukan jumlah spermatozoa dalam semen menurut pendapat terbaru dianggap kurang praktis, karena kecuali memerlukan sedikit keahlian dalam menghisab juga memerlukan waktu dalam menghitung dengan mikroskop. Sperma yang diteteskan di atas kotak hemocytometer ditutup dan dihitung, hasilnya dicatat misalnya y. Y ini adalah jumlah sel-sel spermatozoa yang mati dan yang terlihat tidak bergerak dalam kotak-kotak. Spermatozoa yang tidak bergerak belum tentu mati (Partodiharjo, 1990). Hasil perhitungan jumlah spermatozoa rata-rata adalah 1,88×1010 spermatozoa/ml semen.
Pewarnaan sperma untuk keperluan pengamatan morfologi tidak terikat hidup matinya sperma, seperti pada pewarnaan hidup matinya sperma. Sel spermatozoa yang normal dengan dimensi umum, seekor spermatozoa secara sitologi terbagi atas kepala dan ekor. Ekor terbagi menjadi bagian tengah atau leher, bagian utama dan bagian ujung. Ciri-ciri sel spermatozoa yang normal adalah :
  1. Kepala.
Bentuk   : bulat lonjong, gepeng.
Dimensi : tebal : 1-2 mikron; panjang : 9 mikron.
  1. Leher
Bentuk   : bulat, pendek.
Dimensi : garis tengah 1 mikron; panjang 13 mikron.
  1. Ekor.
Bentuk   : bulat, panjang.
Dimensi : garis tengah 0.25-0.5 mikron. Bagian ujung mungkin bergaris tengah kurang dari 0.25 mikron, panjang 44-50 mikron (Partodiharjo,1990).
Banyak macam bentuk spermatozoa yang abnormal yang mungkin dapat dilihat. Bentuk abnormal dapat dibedakan antara bentuk abnormal yang primer dan bentuk abnormal yang sekunder. Bentuk abnormal primer berasal pada gangguan testes, mungkin karena memang cacat. Bentuk abnormal sekunder biasanya berasal dari perlakuan setelah semen itu meninggalkan testes, misalnya mendapat kocokan yang keras dalam tabung penampung, dikeringkan terlalu cepat, dipanaskan dengan temperature terlalu tinggi, pengesekan yang tidak berhati-hati ketika membuat sedian, dsb (Partodihajo, 1990). Bentuk morfologi spermatozoa yang diamati tidak terlihat bagian ekor maupun kepala dan tubuhnya.
V.  KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
  1. Warna sperma hasil striping pada ikan nilem (Osteochillus hasselti) adalah putih susu, hal ini menunjukkan bahwa sperma ikan nilem yang digunakan pada praktikum adalah sehat.
  2. Hasil pemeriksaan sperma menunjukkan bau langu, berarti sperma yang dihasilkan normal, prostat aktif dan tidak ada infeksi.
  3. Volume hasil striping adalah 0,1 ml.
  4. Sperma ikan nilem yang diamati menunjukkan pH 7, berarti sperma tersebut dalam keadaan normal.
  5. Perhitungan motilitas spermatozoa ikan nilem diperoleh jumlah spermatozoa yang motil adalah 0%, sedangkan jumlah spermatozoa yang non motil adalah 100%.
  6. Hasil perhitungan jumlah spermatozoa rata-rata adalah 18,8 x 1010 spermatozoa/ml semen.
  7. Spermanya diprediksi akan menghasilkan tingkat fertilisasi yang rendah.
  1. B. Saran
Praktikum analisis sperma ini membutuhkan ketelitian dalam menghitung jumlah sperma dalam bilik hitung. Jangan terlalu lama dalam melihat sperma dengan mikroskop, karena sperma hanya mampu bertahan selama 1 menit apabila berada di luar tubuh yang dapat menyebabkan sperma menjadi mati.
DAFTAR REFERENSI
Almquist, J. O & E. B. Hale., 1956. An Approach to the Measurement of sexual Behavior and Semen Production in Dairy Bulls, III Internat. Congr. On Anim. Reprod.,Cambridge.
Anonim, 1988. Penuntun Laboratorium WHO untuk Pemeriksaan Semen Manusia dan Interaksi Semen Getah Serviks. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Anonim. 2006. Mesin Canggih Berbahan Bakar Gula. Dikutip dari www.harunyahya.com. Diakses pada tanggal 25 November 2009
Djuhanda, T. 1981. Embrio Perbandingan. C.V. Armico, Bandung.
Jamieson, Barrie GM. 1991. Fish Evolution and Sistematics : Evidence from Spermatozoa. Cambridge University Press, Cambridge
Jauhari, M.A. 2005. Penyediaan Induk dan Benih Bermutu serta Teknik Pembesaran Ikan. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Tawar, Sukabumi.
Maria, A. N et al., 2006. Effects Of Cooling and Freezing On Sperm Motility Of The Endangered Fish Pirajancuba Brycon Orbygnyanus (Characiformes, Characidae). Animal Science Departement, Brazil
Partodiharjo, Soebadi. 1990. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya, Surabaya.
Paxton, M. J. W. 1986. Endocrinology, Biologycal and Medical Prespective. Wm. C.
Brown Publisher, Dubuque, Iowa.
Sistina, Yulia. 2000. Biologi Reproduksi. Fakultas Biologi Unsoed, Purwokerto
Soeminto. 2008. Buku dan Penunjuk Praktikum Struktur dan Perkembangan Hewan II. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Toelihere, M. R. 1975. Phisiology of Reproduction and Artificial Insemination of Water Buffaloes. Food and fertilizer technology center for the Asian and Pasific Region ( ASPAC). 116 Huai Ning Street Taipei Taiwan, Replubic of China.
Wernick, A. C., T. N. Meacham, T. J. Cunha, P. E. Ringgins, J. F. Hentges Jr. & R.L. Shirley. 1961. Effect of Source and Level of Nitrogen on Semen Production and Libido in Rams, Proc. IV. Internat. Congr. On Anim.
Reprod., Hague.
Yatim, W. 1992. Reproduksi dan Embriologi. Tarsito, Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar